Diripedia Online

Konsep Mesokosmos untuk Menjaga Harmoni antara Manusia dan Alam Semesta

Jakarta, 25 Januari 2025 – Dalam pertemuan virtual Keluarga Cinta Budaya (KCB) yang diselenggarakan melalui platform Zoom,  Luluk Sumiarso, pendiri dan ketua The Nusantara Institute of Diripedia, memaparkan konsep mesokosmos sebagai jembatan antara mikrokosmos (diri individu) dan makrokosmos (alam semesta). Paparan ini bertujuan untuk mengajak indakant memahami pentingnya menjaga harmoni kosmologis melalui indakan kolektif.

Konsep Mikrokosmos, Mesokosmos, dan Makrokosmos

 Luluk menjelaskan bahwa mikrokosmos adalah tataran individu, di mana setiap manusia memiliki alam pribadi yang terdiri dari raga (R1), jiwa (R2), dan kesadaran kolektif (R3). Sementara itu, mesokosmos adalah tataran kolektif, di mana interaksi antarindividu membentuk kelompok, komunitas, atau bahkan negara. Mesokosmos menjadi penghubung antara mikrokosmos dan makrokosmos, yaitu tataran alam semesta yang diatur oleh hukum kosmik.

“Mesokosmos adalah tempat di mana manusia sebagai kelompok dapat memengaruhi alam semesta melalui indakan kolektif. Jika kita tidak menjaga keseimbangan, alam semesta akan mencari jalannya sendiri untuk mengembalikan harmoni,” ujar  Luluk.

 

Pentingnya Menjaga Harmoni Kosmologis

 Luluk  Sumiarso menekankan bahwa manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, memiliki tanggung jawab untuk menjaga harmoni kosmologis. Ketika manusia melakukan kerusakan terhadap lingkungan, alam semesta akan mencari keseimbangannya sendiri, seringkali melalui bencana alam. Contoh nyata yang diberikan adalah badai api di Los Angeles dan banjir akibat pengundulan hutan.

“Bencana alam adalah cara alam semesta untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu oleh tindakan manusia. Kita harus sadar bahwa setiap tindakan kita memiliki dam terhadap alam,” tambahnya.

Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Mesokosmos

Dalam tataran mesokosmos, pemerintah dan komunitas memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan alam semesta.  Luluk menyarankan agar pemerintah membuat regulasi dan kebijakan yang bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan. “Negara sebagai mediator dalam tataran mesokosmos harus menciptakan kebijakan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan individu, tetapi juga menjaga keberlanjutan alam semesta,” ujarnya.

Integrasi antara Kognitif dan Spiritual

Diskusi juga menyoroti pentingnya integrasi antara aspek kognitif (pemikiran) dan spiritual (perasaan).  Luluk mengakui bahwa dirinya lebih banyak bergerak di ranah kognitif, sementara banyak tradisi lokal menekankan pentingnya olah rasa (roso) dalam menjaga harmoni kosmologis. “Keseimbangan antara kognitif dan spiritual adalah kunci untuk memahami dan menjaga harmoni antara mikrokosmos, mesokosmos, dan makrokosmos,” jelasnya.

Kearifan Lokal dan Praktik Spiritual

 Norman, salah satu peserta diskusi, menambahkan bahwa kearifan lokal dan praktik spiritual, seperti ritual tolak bala dan selamatan, meruan bentuk nyata dari upaya manusia untuk menjaga keseimbangan dengan alam semesta. “Praktik-praktik ini mungkin dianggap mistis, tetapi sebenarnya memiliki dasar logis dalam menjaga harmoni antara manusia dan alam,” ujar  Norman.

Ajakan untuk Bertindak

 Luluk mengajak semua peserta untuk mulai bertindak dari hal-hal kecil yang dapat dilakukan sehari-hari. “Mulailah dari diri sendiri dan lingkungan terdekat. Dengan begitu, kita dapat berkontribusi dalam menjaga harmoni kosmologis,” pesannya.

Kesimpulan

Diskusi ini tidak hanya memperkaya pemahaman tentang konsep kosmologis, tetapi juga mengingatkan kita akan tanggung jawab kolektif untuk menjaga bumi dan alam semesta. Dengan menggabungkan ilmu pengetahuan modern dan kearifan lokal, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih harmonis dan berkelanjutan.

https://diripedia.org

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*